Bidang Politik
Dalam bidang politik Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang ditujukan sebagai koreksi dari kebijakan-kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. Jepang misalnya melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Setiap upacara dilakukan seikerei atau membungkukan badan 90 derajat sebagai penghormatan terhadap Kaisar Jepang (Tenno Heika).
Untuk mengatur pemerintahan penjajahan di Indonesia, Jepang membuat struktur pemerintahan militer.
Jepang membentuk berbagai organisasi sebagai sebagai alat propaganda untuk meraih dukungan dari bangsa Indonesia. Tujuan dari gerakan-gerakan tersebut gagal, dimanfaatkan oleh kaum pergerakan sebagai wadah untuk pergerakan nasional.
Setelah pemberlakukan UU no. 27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No.28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi terbentuklah pemerintah Sipil.
Dibentuk pula Chou Sangi In yang berfungsi sama seperti Volksraad masa Belanda, minus kemampuan mengkritik pemerintah.
Dampak Sosial-Budaya
Untuk memenangkan Perang Pasifik, Jepang mengerahkan tenaga kerja Indonesia dengan membentuk barisan romusha (buruh), yang awalnya bersifat sukarela belakangan menjadi wajib. Romukyokai bertugas menyiapkan barisan romusha di desa-desa. Jepang menyebut mereka sebagai “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi” hanya untuk menyenangkan.
Romusha dikerahkan ke berbagai penjuru garis depan. Mulai dari Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya hingga Birma, Muangthai, Vietnam, Serawak, dan Malaya. Kehidupan romusha tak dijamin, karena tak digaji dan dipaksa. Banyak diantara romusha meninggal dalam keadaan sakit dan kelaparan.
Selain merekrut romusha, Jepang merekrut perempuan-perempuan Indonesia dengan dalih akan dididik sebagai perawat dan disekolahkan. Kenyataan mereka jadikan wanita penghibur di kamp-kamp tertutup di Solo, Semarang, Jakarta, dan sebagainya.
Jepang membentuk tonarigumi (rukun tetangga) untuk memobilisasi masa dalam kerja bakti seperti memberbaiki jalan, saluran air, dan sebagainya. Nama-nama kota-kota di Indonesia dirubah dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, misalnya Batavia menjadi Jakarta. Jepang juga membentuk Keimun Bunka Shidosho untuk mengontrol para seniman.
Bidang Ekonomi
Pada masa penjajahan Jepang bahan makanan sulit didapat. Pakaian sulit didapat, karena itu banyak yang mengenakan karung goni untuk menutupi tubuh. Lahan pertanian hanya boleh ditanami beras dan pohon jarak untuk logistik perang. Petani kehilangan mata pencaharian.
Saking susahnya hidup, romusha yang kembali ke kampung membentuk kelompok garong (gabungan romusha ngamuk) untuk mencuru dan membegal.
Bidang Pendidikan
Pendidikan masa Jepang mengalami kemunduran. Banyak sekolah dan perguruan tinggi ditutup. Para pelajar wajib mempelajari bahasa dan kebudayaan Jepang, dan berolah raga taiso menjelang pelajaran. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar wajib di sekolah.
Pendidikan diarahkan pada pengembangan kader-kader penggerakan Kemakmuran Asia Timur Raya. Para pemuda diarahkan bergabung dengan berbagai organisasi Jepang. Mereka belajar kedisiplinan, keorganisasian, baris-berbaris, dan bertempur.
Meskipun pendidikan mundur jauh, tapi bangsa Indonesia mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Kelak melalui pendidikan zaman lahir-lahir pemuda-pemuda yang berjuang meraih kemerdekaan, salah satunya adalah PETA yang kelak menjadi inti dari Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian menjadi Tentara Kemanan Rakyat (TKR), dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Janji Kemerdekaan
Pada 1944 Jepang terdesak dalal Perang Pasifik. Amerika Serikat berhasil merebut Kepulauan Mariana, yang akan memuluskan langkah menyerang Jepang. Untuk mendapatkan dukungan besar, PM Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan pada bangsa Indonesia. Sejak itu lagu kebangsaan Indonesia diizinkan dikumandangkan.
Letjend Kumakichi Harada kemudian mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret Sumber, yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dan beranggotakan 60 orang Indonesia dan 7 orang Jepang.
BPUPKI bersidang 2 kali. Sidang pertama pada pada 28 Mei hingga 1 Juni 1945, dilakukan di Gedung Sidang pertama tersebut dilakukan di Gedung Chou Sangi In (dulu Gedung Volksraad sekaran Gedung Pancasila) di Jakarta.
Hasil sidang BPUPKI pertama adalah perumusan sebuah Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila. Tiga pembicara yang mencoba membicarakan gagasan mengenai dasar negara, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo dan Ir. Soekarno.
Perumusan sidang PPKI ini berlangsung cukup sulit dikarenakan merumuskan dasar negara yang begitu penting bagi masyarakat Indonesia. Usulan dari M. Yamin, Supomo dan Soekarno pun masih belum menemukan kata atau hasil mufakat dari tiap anggota. Akhirnya dibentuklah panitia khusus, dimana bertugas merumuskan usulan– usulan tersebut. Dengan beranggotakan 9 orang, panitia kecil ini diketuai oleh Ir. Soekarno, setelah itu disepakati dengan rumusan dasar negara yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang didalamnya berisikan 5 poin.
Poin pertama membahas tentang ketuhanan dan agama, kedua tentang kemanusiaan, ketiga tentang persatuan, keempat tentang permusyawaratan dan yang terakhir tentang keadilan sosial. Piagam Jakarta (Jakarta Chapter) ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila.
Sidang kedua BPUPKI ini dilakukan pada tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan 14 Juli 1945. Hasil sidang BPUPKI kedua adalah sebuah pembahasan mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD), bentuk negara, pernyataan merdeka, wilayah negara serta kewarganegaraan Indonesia.
Pada rapat ini dibentuk sebuah panitia perancang Undang-Undang Dasar (UUD) dimana dengan 19 anggota yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Selain itu juga dibentuk panitia pembelaan tanah air yang diketuai oleh Abikoesno Tjokrosoejoso, dan panitia ekonomi serta keuangan yang diketuai Mohamad Hatta.
Setelah dilakukan rapat mengenai penentuan wilayah Indonesia merdeka dimana meliputi wilayah Hindia Belanda ditambah dengan wilayah Malaya, Borneu Utara, Papua, Timor-Portugis serta pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Kemudian pada tanggal 11 Juli 1945, panitia perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yang terdiri dari ketua Prof. Dr. Mr. Soepomo dan anggota Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Dr. Soekiman.
Hasil sidang kerja panitia perancang UUD dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 1945. Kemudian pada tanggal 14 Juli 1945 diadakan rapat pleno BPUPKI yang menerima laporan dari panitia perancang UUD. Terdapat 3 hak pokok yang harus masuk dalam UUD 1945 yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD serta batang tubuh UUD.
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama pada Piagam Jakarta, sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir semuanya diambil dari alinea keempat pada Piagam Jakarta.
Dengan begitu referensi sejarah mengenai hasil sidang BPUPKI yang pertama dan kedua. Pada akhirnya BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 oleh pemerintah Jepang karena menganggap tugas BPUPKI telah selesai. BPUPKI selanjutnya digantikan oleh PPKI atau dikenal dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
BPUKPI kemudian dibubarkan setelah tugas-tugasnya selesai. Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945. Badan itu beranggotakan 21 orang, yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, tiga orang wakil dari Sumatera, dan dua orang dari Sulawesi dan masing-masing satu orang dari Kalimantan, Sunda Kecil, Maluku, dan golongan penduduk Cina, ditambah enam orang tanpa izin dari pihak Jepang. Panitia inilah yang kemudian mengesahkan Piagam Jakarta sebagai pendahuluan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, 18 Agustus 1945.
*Disarikan dari berbagai sumber
INSTRUKSI PEMBELAJARAN
Setelah membaca pengantar materi di atas, kalian memiliki gambaran mengenai dampak penjajahan Jepang di Indonesia. Untuk memahami lebih dalam, silahkan pelajari buku Sejarah Indonesia halaman 54-62, dan lakukan penelusuran lebih jauh di rubrik Sejarah Indonesia media Tirto dan Historia.
Selanjutnya silahkan kunjungi tautan berikut untuk mengerjakan tugas individu: Lembar Kerja Peserta Didik
Dalam bidang politik Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang ditujukan sebagai koreksi dari kebijakan-kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. Jepang misalnya melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Setiap upacara dilakukan seikerei atau membungkukan badan 90 derajat sebagai penghormatan terhadap Kaisar Jepang (Tenno Heika).
Seikerei (Sumber: Kompas) |
Untuk mengatur pemerintahan penjajahan di Indonesia, Jepang membuat struktur pemerintahan militer.
Setelah pemberlakukan UU no. 27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No.28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi terbentuklah pemerintah Sipil.
Dibentuk pula Chou Sangi In yang berfungsi sama seperti Volksraad masa Belanda, minus kemampuan mengkritik pemerintah.
Dampak Sosial-Budaya
Untuk memenangkan Perang Pasifik, Jepang mengerahkan tenaga kerja Indonesia dengan membentuk barisan romusha (buruh), yang awalnya bersifat sukarela belakangan menjadi wajib. Romukyokai bertugas menyiapkan barisan romusha di desa-desa. Jepang menyebut mereka sebagai “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi” hanya untuk menyenangkan.
Romusha dikerahkan ke berbagai penjuru garis depan. Mulai dari Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya hingga Birma, Muangthai, Vietnam, Serawak, dan Malaya. Kehidupan romusha tak dijamin, karena tak digaji dan dipaksa. Banyak diantara romusha meninggal dalam keadaan sakit dan kelaparan.
Romusha dan kelaparan (Sumber: Kompas) |
Selain merekrut romusha, Jepang merekrut perempuan-perempuan Indonesia dengan dalih akan dididik sebagai perawat dan disekolahkan. Kenyataan mereka jadikan wanita penghibur di kamp-kamp tertutup di Solo, Semarang, Jakarta, dan sebagainya.
Jepang membentuk tonarigumi (rukun tetangga) untuk memobilisasi masa dalam kerja bakti seperti memberbaiki jalan, saluran air, dan sebagainya. Nama-nama kota-kota di Indonesia dirubah dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, misalnya Batavia menjadi Jakarta. Jepang juga membentuk Keimun Bunka Shidosho untuk mengontrol para seniman.
Bidang Ekonomi
Pada masa penjajahan Jepang bahan makanan sulit didapat. Pakaian sulit didapat, karena itu banyak yang mengenakan karung goni untuk menutupi tubuh. Lahan pertanian hanya boleh ditanami beras dan pohon jarak untuk logistik perang. Petani kehilangan mata pencaharian.
Saking susahnya hidup, romusha yang kembali ke kampung membentuk kelompok garong (gabungan romusha ngamuk) untuk mencuru dan membegal.
Bidang Pendidikan
Pendidikan masa Jepang mengalami kemunduran. Banyak sekolah dan perguruan tinggi ditutup. Para pelajar wajib mempelajari bahasa dan kebudayaan Jepang, dan berolah raga taiso menjelang pelajaran. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar wajib di sekolah.
Pendidikan diarahkan pada pengembangan kader-kader penggerakan Kemakmuran Asia Timur Raya. Para pemuda diarahkan bergabung dengan berbagai organisasi Jepang. Mereka belajar kedisiplinan, keorganisasian, baris-berbaris, dan bertempur.
Meskipun pendidikan mundur jauh, tapi bangsa Indonesia mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Kelak melalui pendidikan zaman lahir-lahir pemuda-pemuda yang berjuang meraih kemerdekaan, salah satunya adalah PETA yang kelak menjadi inti dari Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian menjadi Tentara Kemanan Rakyat (TKR), dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Janji Kemerdekaan
Pada 1944 Jepang terdesak dalal Perang Pasifik. Amerika Serikat berhasil merebut Kepulauan Mariana, yang akan memuluskan langkah menyerang Jepang. Untuk mendapatkan dukungan besar, PM Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan pada bangsa Indonesia. Sejak itu lagu kebangsaan Indonesia diizinkan dikumandangkan.
Letjend Kumakichi Harada kemudian mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret Sumber, yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dan beranggotakan 60 orang Indonesia dan 7 orang Jepang.
Sidang-sidang BPUPKI (Sumber: Wikipedia) |
BPUPKI bersidang 2 kali. Sidang pertama pada pada 28 Mei hingga 1 Juni 1945, dilakukan di Gedung Sidang pertama tersebut dilakukan di Gedung Chou Sangi In (dulu Gedung Volksraad sekaran Gedung Pancasila) di Jakarta.
Hasil sidang BPUPKI pertama adalah perumusan sebuah Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila. Tiga pembicara yang mencoba membicarakan gagasan mengenai dasar negara, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo dan Ir. Soekarno.
Perumusan sidang PPKI ini berlangsung cukup sulit dikarenakan merumuskan dasar negara yang begitu penting bagi masyarakat Indonesia. Usulan dari M. Yamin, Supomo dan Soekarno pun masih belum menemukan kata atau hasil mufakat dari tiap anggota. Akhirnya dibentuklah panitia khusus, dimana bertugas merumuskan usulan– usulan tersebut. Dengan beranggotakan 9 orang, panitia kecil ini diketuai oleh Ir. Soekarno, setelah itu disepakati dengan rumusan dasar negara yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang didalamnya berisikan 5 poin.
Poin pertama membahas tentang ketuhanan dan agama, kedua tentang kemanusiaan, ketiga tentang persatuan, keempat tentang permusyawaratan dan yang terakhir tentang keadilan sosial. Piagam Jakarta (Jakarta Chapter) ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila.
Sidang kedua BPUPKI ini dilakukan pada tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan 14 Juli 1945. Hasil sidang BPUPKI kedua adalah sebuah pembahasan mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD), bentuk negara, pernyataan merdeka, wilayah negara serta kewarganegaraan Indonesia.
Pada rapat ini dibentuk sebuah panitia perancang Undang-Undang Dasar (UUD) dimana dengan 19 anggota yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Selain itu juga dibentuk panitia pembelaan tanah air yang diketuai oleh Abikoesno Tjokrosoejoso, dan panitia ekonomi serta keuangan yang diketuai Mohamad Hatta.
Setelah dilakukan rapat mengenai penentuan wilayah Indonesia merdeka dimana meliputi wilayah Hindia Belanda ditambah dengan wilayah Malaya, Borneu Utara, Papua, Timor-Portugis serta pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Kemudian pada tanggal 11 Juli 1945, panitia perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yang terdiri dari ketua Prof. Dr. Mr. Soepomo dan anggota Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Dr. Soekiman.
Hasil sidang kerja panitia perancang UUD dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 1945. Kemudian pada tanggal 14 Juli 1945 diadakan rapat pleno BPUPKI yang menerima laporan dari panitia perancang UUD. Terdapat 3 hak pokok yang harus masuk dalam UUD 1945 yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD serta batang tubuh UUD.
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama pada Piagam Jakarta, sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir semuanya diambil dari alinea keempat pada Piagam Jakarta.
Dengan begitu referensi sejarah mengenai hasil sidang BPUPKI yang pertama dan kedua. Pada akhirnya BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 oleh pemerintah Jepang karena menganggap tugas BPUPKI telah selesai. BPUPKI selanjutnya digantikan oleh PPKI atau dikenal dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
BPUKPI kemudian dibubarkan setelah tugas-tugasnya selesai. Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945. Badan itu beranggotakan 21 orang, yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, tiga orang wakil dari Sumatera, dan dua orang dari Sulawesi dan masing-masing satu orang dari Kalimantan, Sunda Kecil, Maluku, dan golongan penduduk Cina, ditambah enam orang tanpa izin dari pihak Jepang. Panitia inilah yang kemudian mengesahkan Piagam Jakarta sebagai pendahuluan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, 18 Agustus 1945.
*Disarikan dari berbagai sumber
*****
INSTRUKSI PEMBELAJARAN
Setelah membaca pengantar materi di atas, kalian memiliki gambaran mengenai dampak penjajahan Jepang di Indonesia. Untuk memahami lebih dalam, silahkan pelajari buku Sejarah Indonesia halaman 54-62, dan lakukan penelusuran lebih jauh di rubrik Sejarah Indonesia media Tirto dan Historia.
Selanjutnya silahkan kunjungi tautan berikut untuk mengerjakan tugas individu: Lembar Kerja Peserta Didik
Bapak, apakah keberadaan ganti rugi yang dilakukan oleh Belanda terhadap negara negara lainnya itu, dilakukan karena mereka mengalami krisis ekonomi yang cukup parah pada masanya? Kemudian, Kenapa Indonesia malah diharuskan untuk membayar hutang sebesar itu kepada pihak Belanda?
BalasHapusKenapa di panitia PPKI yang beranggotakan 21 anggota terdapat 6 orang tanpa izin dari jepang tidak di proses?
BalasHapus