Kedatangan Islam di Nusantara


Tahukah kamu tentang perayaan Tabuik seperti ditunjukan video di atas? Apa yang sedang dirayakan dalam tradisi tersebut? Apa hubungan tradisi Tabuik dengan islamisasi di Indonesia?

Tabuik, dikenal dengan nama Tabot di Bengkulu, adalah perayaan keagamaan tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau untuk memperingati wafatnya Husen bin Ali dalam Perang Karbala. Menurut Husen Jayadiningrat perayaan Tabuik/Tabot merupakan salah satu bukti bahwa Islam di Nusantara disebarkan dan dibawa dari Persia (Iran) karena masyarakat Persia, yang merupakan penganut Syiah, melakukan perayaan serupa.

Pendapat Husen Jayangdiningrat sejatinya bukan satu-satunya teori yang menjelaskan asal-usul dan proses islamisasi di Nusantara, karena proses awal penyebaran agama Islam di Kepulauan Indonesia menimbulkan silang pendapat di kalangan para ahli sejarah. Silang pendapat muncul karena beragamnya bukti-bukti sejarah adanya masyarakat Islam, kerajaan Islam, dan kedatangan para pedagang Islam ke Indonesia.

Sebagai permulaan untuk memahami proses kedatangan Islam di Nusantara, silahakan baca pengantara materi di bawah.

*****

Teori Gujarat
Menurut para sarjana-sarjana Belanda mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat yang terletak di India bagian Barat berdekatan dengan Laut Arab, dan banyak ditinggali oleh para pedagang Islam dari Arab. Para pedagang Arab menyebarkan Islam pada pedagang Gujarat. Menurut Pijnapel, para pedagang Gujarat yang sering berpergian ke Nusantara kemudian menyebarkan Islam pada pedagang Nusantara.

Pendapat J. Pijnapel didukung oleh C. Snouck Hurgrobye dan J.P Mouguetta (1912) berdasarkan bukti batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh dan batu nisan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur. Menurut mereka, kedua batu nisan tersebut memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Nisan makam Maulana Malik Ibrahim (Sumber: Kemdikbud)

Teori Persia
Dalam teori Persia Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia (Iran sekarang). Pernyataan tersebut didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain tradisi 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, dan tradisi tabot di Pariaman Sumatra Barat dan Bengkulu.
Perayaan Tabuik di Pariaman (Sumber: Phinemo)

Teori China
Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby berpendapat bahwa sebenarnya kebudayaan Islam masuk ke Nusantara melalui perantara masyarakat muslim China. Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton ke Nusantara, khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.
Cina muslim etnis Hui (Sumber: Deutsche Welle)

Teori Mekkah
Teori Mekkah mengatakan bahwa proses masuknya Islam di Indonesia adalah langsung dari Mekkah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M, di mana para pendakwah dari Arab pergi ke Nusantara dengan semangat syiar keagamaan. Teori diperkuat dengan keberadaan sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah.

Teori inilah yang paling banyak mendapat dukungan para tokoh seperti Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka.
Makam Syeikh Mahmud Barus di Barus, Sumut (Sumber: Wikipedia)

Dalam kajian ilmu sejarah, setiap teori-teori di atas memiliki kelebihan dan kekurangnya masing-masing. Tidak ada teori yang mutlak, melainkan saling melengkapi karena perjalanan sejarah adalah proses yang rumit dan dinamis.

Kedatangan dan penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari jalur pelayaran dan jaringan perdagangan antar pulau dan antar negara/kerajaan yang sudah terbentuk sejak abad I M. Jalur pelayaran dan jaringan perdagangan tersebut melahirkan kota-kota dagang dan pusat kekuasaan seperti Samudra Pasai, Malaka, Banda Aceh, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, dan sebagainya.

Cheng Ho mencatat keberadaaan Kesultanan-kesultanan Islam seperti Samudra Pasai dan Malaka, sementara Ma Huan mencatat adanya komunitas-komunitas Muslim di pesisir Utara Jawa Timur.

Tome Pires mencatat kehadiran pedagang-pedagang mancanegara di Samudra Pasai seperti Arab, Persia, Gujarat, Malayu, Jawa dan Siam. Sementara di Malaka, Tome Pires mencatat lebih banyak lagi, selain pedagang-pedagang dari berbagai penjuru Nusantara juga dari Maladewa, China, Kamboja, Patani, Sringlangka, India, Armenia, Turki, Romawi Timur (Rum), Mekah, Kairo, Oman, dan sebagainya.

Hubungan pelayaran dan perdagangan antar Arab dan Nusantara bersifat langsung, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258) yang beribukota di Baghdad. Teluk Persia semakin ramai dengan pelayaran dan perdagangan ke Nusantara.
Jalur Perdagangan Maritim Samudera Hindia (Sumber: Wikipedia)

Islamisasi di Nusantara di mulai dari Pasai menyebar ke Aceh, dari Aceh ke Malaka, dari Malaka ke Minangkabau, Dari Minangkabau ke Pahang dan ke Luwu dan Goa-Tallo. Dari Palembang Islam juga menyebar ke Johor dan Malaka.

Di Jawa Islamisasi besar-besaran dimulai dengan kedatangan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dari Campa, Kamboja ke Majapahit pada abad XV untuk menemui bibinya yang menikah dengan Raja Majapahit, Brawijaya V, yang kelak melahirkan Raden Fatah pendiri Kesultanan Demak. Era Wali Sanga pun dimulai.

Demak tidak hanya berperan dalam Islamisasi di Jawa, tapi ke Kalimantan dan Indonesia bagian Timur. Sunan Giri dikenal sebagai tokoh penyebaran Islam di Ternate, Kepulauan Maluku.

*Dikutip dari berbagai sumber


*****

Dari pengantar di atas, kalian bisa mengetahui bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui berbagai saluran (teori). Untuk menyelami lebih dalam materi kedatangan Islam di Nusantara, silahkan baca buku Sejarah Indonesia kelas X halaman 170-183. Baca juga artikel-artikel di bawah untuk memperkaya pengetahuan dan pemahaman.

Mencari Bukti Awal Islamisasi di Nusantara
Mempertanyakan Kembali Teori Islamisasi di Nusantara
Catatan Tentang Islamisasi di Sumatera
Islamisasi di Jawa Menurut Tome Pires
Islamisasi Ala Cheng Ho
Islamisasi Ala Sunan Gunung Jati

Selanjutnya buatlah infografis teori-teori kedatangan Islam di Nusantara dengan media apapun (disarankan Canva), kemudian unggah ke sini: Padlet Masa Islam

Terakhir, kerjakan latihan soal berikut:

Jika ada pertanyaan tentang materi, sampaikan di kolom komentar. Untuk hal-hal teknis menyangkut pengerjaan dan pengumpulan tugas dan latihan soal, silahkan tanyakan di grup WhatsApp.

8 komentar

  1. mengapa ada 2 pendapat masuk nya islam ke indonesia pada abad ke 7 dan abad ke 13 ?, bukan nya ajaran islam yang di bawa nabi muhammad mulai ada pada abad ke 7,apakah mungkin islam langsung menyebar luas kan nya ke negara yang sejauh itu ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan bagus, terutama nomer dua. Adanya perbedaan pendapat abad ke-7 dan ke-13 disebabkan karena perbedaan bukti-bukti sejarah yang dijadikan fondasi teori.

      Pendapat yang mengatakan Islam sudah masuk di abad ke-7 bersandar pada bukti adanya pusat perdagangan di Sumatera yang bernama Barus. Pusat perdagangan ini banyak dihuni oleh orang Arab sejak abad ke-1 Masehi.

      Sementara pendapat yang mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13 memberikan bukti nisan makam Sultan Malik as Saleh (Marah Silu) yang berangka tahun 1297 (abad ke-13).

      Islam sangat mungkin masuk ke Nusantara di abad ke-7, tepat pada saat pekembangan awalnya di Timur Tengah, karena beberapa faktor.

      Pertama, jaringan perdagangan Asia Barat Daya (Timur Tengah) dan Nusantara sudah mapan sejak abad ke-1. Jadi sejak abad ke-7 sangat mungkin para pedagang Islam dari Asia Barat dAya dan Asia Selatan masuk ke Nusantara. Menurut Dr Hanief Saha Ghafur, Ketua Program Studi Timur Tengah dan Islam Program Pascasarjana Universitas Indonesia, para pedagang itu tidak hanya berdagang, melainkan juga berdakwah

      Kedua, Nabi sendiri banyak mengutus misi-misi dakwah dan diplomasi politik dan ekonomi ke berbagai tempat, contohnya misi yang dilakukan Saad bin Abi Waqqas ke China pada 651.

      Ketiga, dalam Islam dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori fardhu kifayah. Ini ditegaskan dalam Al Quran, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS. Ali Imran, 3 : 104)

      Jadi sangat mungkin pedagang Islam masuk Nusantara sejak abad ke-7 karena faktor-faktor di atas. Para pendakwah Islam masuk ke Nusantara untuk berdakwah juga berdagang, dan para pedagang Islam masuk ke Nusantara untuk berdagang juga berdakwah.

      Hapus
  2. Menurut penulis, teori manakah yang paling kuat dan otentik? Mengapa demikian?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang paling kuat adalah teori Mekah karena Islam sangat mungkin masuk ke Nusantara di abad ke-7, tepat pada saat pekembangan awalnya di Timur Tengah, karena beberapa faktor.

      Pertama, jaringan perdagangan Asia Barat Daya (Timur Tengah) dan Nusantara sudah mapan sejak abad ke-1. Jadi sejak abad ke-7 sangat mungkin para pedagang Islam dari Asia Barat dAya dan Asia Selatan masuk ke Nusantara. Menurut Dr Hanief Saha Ghafur, Ketua Program Studi Timur Tengah dan Islam Program Pascasarjana Universitas Indonesia, para pedagang itu tidak hanya berdagang, melainkan juga berdakwah

      Kedua, Nabi sendiri banyak mengutus misi-misi dakwah dan diplomasi politik dan ekonomi ke berbagai tempat, contohnya misi yang dilakukan Saad bin Abi Waqqas ke China pada 651.

      Ketiga, dalam Islam dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori fardhu kifayah. Ini ditegaskan dalam Al Quran, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (QS. Ali Imran, 3 : 104)

      Jadi sangat mungkin pedagang Islam masuk Nusantara sejak abad ke-7 karena faktor-faktor di atas. Para pendakwah Islam masuk ke Nusantara untuk berdakwah juga berdagang, dan para pedagang Islam masuk ke Nusantara untuk berdagang juga berdakwah.

      Hapus
  3. Menurut Penulis, Pulau manakah yang pertama kali di datangi oleh pedagang islam ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sumatera, karena ada perkapungan Arab yang sudah berdiri sejak abad ke-7 M.

      Hapus
  4. Menurut teori China, mengapa Palembang dipilih sebagai awal masuknya budaya islam ke Nusantara?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada IX Palembang merupakan pusat kekuasaan Sriwijaya sekaligus bandar perdagangan yang ramai. Orang-orang China bermigrasi ke Palembang untuk mencari kehidupan.

      Hapus


EmoticonEmoticon