Sumatera adalah pulau terpenting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara. Islam masuk melalui Sumater dan menyebar ke pulau-pulau lain. Kesultanan-kesultanan Islam bermunculan, baik yang besar maupun yang kecil. Banyaknya Kesultanan di Sumatera dicatat oleh pelaut Portugis, Tome Pires, diantaranya adalah Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Jambi, Palembang, dan Sumatera Barat.
Samudra Pasai
Samudra Pasai diperkirakan berkembang pada 1270-1275 (abad XIII), terletak 15 km di sebelah Timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Sultan pertamanya bernama Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya adalah seorang kepala Gampong Samudra bernama Marah Silu. Setelah menganut agama Islam kemudian berganti nama dengan Malik as-Shaleh.
Menurut Tome Pires, Samudra Pasai mencapai puncak kejayaannya pada awal abad XVI. Samudra Pasai berhubungan dengan Kekaisaran Tiongkok dengan mengirimkan duta, dan berhubungan dengan Kesultanan Malaka melalui perkawinan politik.
Perekonomian Samudra Pasai ditopang oleh perdagangan dengan berbagai bangsa seperti Turki, Arab, Persia, Gujarat, Melayu, Jawa, Siam dan sebagainya. Komoditas yang diperdagangkan adalah lada, sutera, dan kapur barus. Transaksi dilakukan dengan mata uang emas dan dramas bernama ceitis yang memuat nama Sultan yang berkuasa. Samudra Pasai menarik pajak ekspor dan impor perdagangan.
Dalam kehidupan agama, Ibnu Batuta menjelaskan bahwa Samudra Pasai menganut mazhab Sayfi'i, dan banyak dikunjungi oleh ulama dari Persia dan Suriah. Sultan disebut sebagai penganut Islam yang taat.
Pengaruh keagamaan Samudra Pasai ditunjukan dengan lahirnya Kesultanan Islam Malaka yang didirikan oleh Parameswara. Ulama dari Pasai, Syaikh Said, juga mengislamkan Raja Patani, Paya Tu Nakpa (Ismail Syah Zill Allah fi al-Alam) dan putra-putrinya. Ulama Pasai lainnya, Syaikh Safiuddin mendirikan masjid di Patani. Selain itu, Patani menggunakan Batu Aceh sebagai nisan kubur, yang memiliki kesamaan dengan nisan sultan Malik as-Shaleh.
Samudra Pasai mengalami kemunduran setelah dikuasi Portugis pada 1521, setelah sebelumnya menguasai Malaka pada 1511. Wilayah Pasai kemudian diambil alih oleh Kesultanan Aceh Darussalam.
Aceh Darussalam
Jelang pertengahan abad XVI Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Portugis di Banda Aceh, kemudian memasukan wilayah-wilayah di Aceh ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam. Penggantinya, sultan Alauddin Riayat Syah, mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan berhubungan dengan Kesultanan-kesultanan Islam di Timur Tengah seperti Turki, Abessinia, dan Mesir.
Pada 1565, Sultan Alauddin Riayat Syah menyerang Portugis di Malaka, dan meluaskan kekuasaannya ke Batak, Aru, dan barus, menempatkan keluarganya sebagai penguasa di daerah-daerah tersebut.
Aceh semakin berkembang pada masa Sultan Iskandar Muda. Ia menguasi pesisir Timur dan Barat pulau Sumatera, dan Johor di Semenanjung Malaya. Ia juga menyerang Portugis di Malaka.
Malaka jatuh ke tangan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada 1641. Selanjutnya VOC dan Belanda menjadi pesaing Aceh sampai awal abad XX.
Jambi
Islam masuk ke Jambi pada abad IX secara perorangan. Islamisasi besar-besaran terjadi pada abad XVI di bawah pemerintahan Orang Kayo Hitam yang meluaskan Bangsa XII dari Bangsa IX, anak Datuk Paduka Berhala.
Datuk Paduka Berhala adalah orang Turki yang terdampar di Pulau Berhala. Ia dikenal dengan nama Ahmad Salim, dan menikah Putri Salaro Pinang Masak, keturunan penguasa Pagarruyung. Ia memiliki beberapa orang anak, salah satunya adalah Orang Kayo Hitam.
Pada pemerintahan Pangeran Keda (Sultan Abdul Kahar), VOC masuk dan berdagang di Jambi, khususnya lada. VOC mendirikan loji di Muara Kompeh. Awalnya Jambi dan VOC berhubungan baik, tapi rakyat Jambi tidak mau menjual hasil buminya pada VOC. VOC menuduh Jambi bekerja sama dengan Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Sri Ingalogo Jambi meyerang Johor dengan bantuan VOC. Sebagai imbalik balik, VOC memaksakan monopoli pembelian lada dan menjual kain dan opium. Rakyat yang tidak senang menyerang kantor VOC. Kepala kantor dagang VOC, Sybrandt Swart terbunuh. VOC menuduh Sultan Jambi terlibat, kemudian menangkap dan mengasingkannya ke Batavia dan Pulau Banda.
Sejak itu urusan internal Kesultanan diintervensi oleh VOC. Konflik perebutan kekuasaan terjadi. Sultan Ratu yang berhak atas tahta Jambi disingkirkan bersama pengikutnya ke Muaratebo. Ia melakukan perlawanan. Puncaknya terjadi pada masa Sultan Thaha.
Sumatera Selatan
Islamisasi Sumatera Selatan dimulai setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh di akhir abad XIV. Di akhir abad XV Palembang menjelma menjadi pusat Islam di bagian Selatan Pulau Sumatera. Perkembang Islam di Palembang didukung oleh kehadiran para pedagang Arab/Islam sejak zaman Sriwijaya.
Menurut Tome Pires, Kesultanan Palembang mendapat banyak pengaruh dari Kesultanan Demak. Saat Demak menyerang Portugis di Malaka pada 1513, Kesultanan Palembang membantu Demak dengan mengirimkan banyak prajurit.
Tidak ada catatan siapa saja yang pernah menjadi Sultan di Palembang. Sultan pertama yang tercatat berkuasa di Palembang adalah Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid al-Iman/Pangeran Kusumo Abdurrahman/Kiai Mas Endi (1659-1706).
Kesultanan Islam Sumatera Selatan ditopang oleh perdagangan. Komoditas yang diperjualbelikan adalah bahan makanan, katun, rotan, lilin, madu, anggur, emas, besi, kapur barus, dan lain-lainnya.
Masjid Agung Palembang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758). Perkembangan Islam semakin pesat pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najmuddin (1758-1774). Karya sastra keagamaan ditulis oleh beberapa ulama seperti Abdussamad al-Palimbani, Kemas Fakhruddin, Kemas Muhammad ibn Ahmad, Muhammad Muhyiddin ibn Syaikh Shibabuddin, Muhammad Ma’ruf ibn Abdullah.
VOC masuk ke Palembang pada 1610, dan memicu ketegangan dengan Palembang. Pada 1658 kantor dagang VOC diserang. Dua kapana, Wachter dan Jacatra, dirampas. VOC balas menyerang Palembang di bawah pimpinan Laksamana Joan van der Laen. Keraton Palembang, dan pemukiman pedagang Tionghoa, Portugis, Arab dan bangsa-bangsa lainnya dihancurkan. Pasukan Palembang merebut kembali kota Palembang dari tangan VOC, dan membangun ulang kota, kecuali Masjid agung yang bertahan.
Belanda menyerang kembali Palembang pada 1819 saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa. Terjadilah Perang Menteng. Belanda dipimpin oleh J.C. Wolterboek dipukul mundur. Pada 1821 Belanda kembali menyerang di bawah pimpinan Jenderal de Kock. Sultan Mahmud berhasil ditangkap dan dibuang ke Ternate.
Kesultanan Palembang dihapuskan pada 7 Oktober 1823. Palembang secara resmi berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Penghapusan ini ditentang oleh Sultan Ahmad Najaruddin Prabu Anom. Sultan Ahmad akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Banda dan Manado.
Sumatera Barat
Berita Cina dari Dinasti Tang menyebutkan pada orang-orang Arab (Ta-shih) sudah bermukim di Sumatera Barat pada abad VII. Menurut W.P. Goeneveldt orang-orang Arab tersebut tinggal di pesisir Barat Sumatera. Perkembangan Islam besar-besaran terjadi di abad XV di Minangkabau berdasarkan cerita dalam naskah kuno dari Kerinci tentang Siak Lengih Malin Sabiyatullah yang menyebarkan Islam di Kerinci.
Salah satu ulamanya adalah Syaikh Burhanuddin (1664-1692), yang terkenal dengan panggilan Tuanku Ulakan. Ia adalah murid ulama Aceh, Abdurrauf al-Sinkili. Syaikh Burhanuddin mendirikan surau di Ulakan yang menjadi pusat keilmuan Islam dan tarekat Syattariyah di Minangkabau.
Dalam kehidupan sehari-hari, struktur masyarakat Minangkabau terdiri dari kelompok, yaitu kaum adat dan kaum agama. Kedua kaum hidup rukun dan damai dalam pepetah "Adat bersandi syara, syarat bersandi ada." Raja berkedudukan di Pagarruyung, dihormati sebagai lambang negara tapi tidak memiliki kekuasaan karena kekuasaan dipegang para penghulu yang tergabung dalam Dewan Penghulu atau Dewan Negari.
Awal abad IXX kehidupan masyrakat Sumater barat mengalami goncangan. Masyarakat Minangkabau terjebak dalam kebiasaan buruk seperti main judi, menyabung ayam, dan mabuk-mabukan. Para ulama pembaharu, kelak disebut kaum "Padri", melakukan perbaikan dan mengajarkan kemurnian Islam. Salah satu ulama tersebut adalah Tuanku Kota Tua dari Kota Tua, Agam.
Pada 1803 Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piabang kembali dari tanah suci. Mereka mengajarkan pemurnian Islam. Saat Haji Miskin melarang masyarakat menyabung ayam, ia tidak disenangi dan diburu. Haji Miskin lari ke Kota Lawas, dan mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiang, kemudian pergi ke Kamang bertemu Tuanku Nan Renceh.
Melihat persoalan Haji Miskin dan kebiasaan masyarakat Minangkabau, Tuanku Nan Renceh melakukan pertemuan dengan beberapa ulama di Luhak Agam. Delapan orang ulama membentuk kelompok "Padri" dan memperjuangkan tegaknya syara dan membasmi kemaksiatan. Delapan orang ulama tersebut juga terkenal dengan sebutan Harimau Nan Salapan.
Terjadilah Perang Padri antara kaum Padri dengan kaum Adat yang dibantu Belanda. Perang terjadi mulai 1803 dan berakhir pada 1837 dengan ditangkapnya para pemimpin kaum Padri, salah satunya adalah Tuanku Imam Bonjol yang dibuang ke Cianjur dan Manado.
Selanjutnya buatlah infrografik dan video presentasi Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera kemudian unggah ke Padlet berikut: Papan Buletin Masa Islam
Terakhir, kerjakan kuis berikut: Kuis Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera
Jika ada pertanyaan tentang materi, sampaikan di kolom komentar. Untuk hal-hal teknis menyangkut pengerjaan dan pengumpulan tugas dan latihan soal, silahkan tanyakan di grup WhatsApp.
Samudra Pasai
Samudra Pasai diperkirakan berkembang pada 1270-1275 (abad XIII), terletak 15 km di sebelah Timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Sultan pertamanya bernama Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya adalah seorang kepala Gampong Samudra bernama Marah Silu. Setelah menganut agama Islam kemudian berganti nama dengan Malik as-Shaleh.
Peta kekuasaan Samudera Pasai (Sumber: Wikipedia) |
Menurut Tome Pires, Samudra Pasai mencapai puncak kejayaannya pada awal abad XVI. Samudra Pasai berhubungan dengan Kekaisaran Tiongkok dengan mengirimkan duta, dan berhubungan dengan Kesultanan Malaka melalui perkawinan politik.
Perekonomian Samudra Pasai ditopang oleh perdagangan dengan berbagai bangsa seperti Turki, Arab, Persia, Gujarat, Melayu, Jawa, Siam dan sebagainya. Komoditas yang diperdagangkan adalah lada, sutera, dan kapur barus. Transaksi dilakukan dengan mata uang emas dan dramas bernama ceitis yang memuat nama Sultan yang berkuasa. Samudra Pasai menarik pajak ekspor dan impor perdagangan.
Dalam kehidupan agama, Ibnu Batuta menjelaskan bahwa Samudra Pasai menganut mazhab Sayfi'i, dan banyak dikunjungi oleh ulama dari Persia dan Suriah. Sultan disebut sebagai penganut Islam yang taat.
Pengaruh keagamaan Samudra Pasai ditunjukan dengan lahirnya Kesultanan Islam Malaka yang didirikan oleh Parameswara. Ulama dari Pasai, Syaikh Said, juga mengislamkan Raja Patani, Paya Tu Nakpa (Ismail Syah Zill Allah fi al-Alam) dan putra-putrinya. Ulama Pasai lainnya, Syaikh Safiuddin mendirikan masjid di Patani. Selain itu, Patani menggunakan Batu Aceh sebagai nisan kubur, yang memiliki kesamaan dengan nisan sultan Malik as-Shaleh.
Samudra Pasai mengalami kemunduran setelah dikuasi Portugis pada 1521, setelah sebelumnya menguasai Malaka pada 1511. Wilayah Pasai kemudian diambil alih oleh Kesultanan Aceh Darussalam.
Aceh Darussalam
Jelang pertengahan abad XVI Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Portugis di Banda Aceh, kemudian memasukan wilayah-wilayah di Aceh ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam. Penggantinya, sultan Alauddin Riayat Syah, mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan berhubungan dengan Kesultanan-kesultanan Islam di Timur Tengah seperti Turki, Abessinia, dan Mesir.
Puncak kekuasaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda (Sumber: Wikipedia) |
Pada 1565, Sultan Alauddin Riayat Syah menyerang Portugis di Malaka, dan meluaskan kekuasaannya ke Batak, Aru, dan barus, menempatkan keluarganya sebagai penguasa di daerah-daerah tersebut.
Aceh semakin berkembang pada masa Sultan Iskandar Muda. Ia menguasi pesisir Timur dan Barat pulau Sumatera, dan Johor di Semenanjung Malaya. Ia juga menyerang Portugis di Malaka.
Malaka jatuh ke tangan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada 1641. Selanjutnya VOC dan Belanda menjadi pesaing Aceh sampai awal abad XX.
Jambi
Islam masuk ke Jambi pada abad IX secara perorangan. Islamisasi besar-besaran terjadi pada abad XVI di bawah pemerintahan Orang Kayo Hitam yang meluaskan Bangsa XII dari Bangsa IX, anak Datuk Paduka Berhala.
Datuk Paduka Berhala adalah orang Turki yang terdampar di Pulau Berhala. Ia dikenal dengan nama Ahmad Salim, dan menikah Putri Salaro Pinang Masak, keturunan penguasa Pagarruyung. Ia memiliki beberapa orang anak, salah satunya adalah Orang Kayo Hitam.
Pada pemerintahan Pangeran Keda (Sultan Abdul Kahar), VOC masuk dan berdagang di Jambi, khususnya lada. VOC mendirikan loji di Muara Kompeh. Awalnya Jambi dan VOC berhubungan baik, tapi rakyat Jambi tidak mau menjual hasil buminya pada VOC. VOC menuduh Jambi bekerja sama dengan Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Sri Ingalogo Jambi meyerang Johor dengan bantuan VOC. Sebagai imbalik balik, VOC memaksakan monopoli pembelian lada dan menjual kain dan opium. Rakyat yang tidak senang menyerang kantor VOC. Kepala kantor dagang VOC, Sybrandt Swart terbunuh. VOC menuduh Sultan Jambi terlibat, kemudian menangkap dan mengasingkannya ke Batavia dan Pulau Banda.
Sejak itu urusan internal Kesultanan diintervensi oleh VOC. Konflik perebutan kekuasaan terjadi. Sultan Ratu yang berhak atas tahta Jambi disingkirkan bersama pengikutnya ke Muaratebo. Ia melakukan perlawanan. Puncaknya terjadi pada masa Sultan Thaha.
Sumatera Selatan
Islamisasi Sumatera Selatan dimulai setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh di akhir abad XIV. Di akhir abad XV Palembang menjelma menjadi pusat Islam di bagian Selatan Pulau Sumatera. Perkembang Islam di Palembang didukung oleh kehadiran para pedagang Arab/Islam sejak zaman Sriwijaya.
Menurut Tome Pires, Kesultanan Palembang mendapat banyak pengaruh dari Kesultanan Demak. Saat Demak menyerang Portugis di Malaka pada 1513, Kesultanan Palembang membantu Demak dengan mengirimkan banyak prajurit.
Tidak ada catatan siapa saja yang pernah menjadi Sultan di Palembang. Sultan pertama yang tercatat berkuasa di Palembang adalah Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid al-Iman/Pangeran Kusumo Abdurrahman/Kiai Mas Endi (1659-1706).
Kesultanan Islam Sumatera Selatan ditopang oleh perdagangan. Komoditas yang diperjualbelikan adalah bahan makanan, katun, rotan, lilin, madu, anggur, emas, besi, kapur barus, dan lain-lainnya.
Masjid Agung Palembang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758). Perkembangan Islam semakin pesat pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najmuddin (1758-1774). Karya sastra keagamaan ditulis oleh beberapa ulama seperti Abdussamad al-Palimbani, Kemas Fakhruddin, Kemas Muhammad ibn Ahmad, Muhammad Muhyiddin ibn Syaikh Shibabuddin, Muhammad Ma’ruf ibn Abdullah.
Majis Agung Palembang (Sumber: Wikipedia) |
VOC masuk ke Palembang pada 1610, dan memicu ketegangan dengan Palembang. Pada 1658 kantor dagang VOC diserang. Dua kapana, Wachter dan Jacatra, dirampas. VOC balas menyerang Palembang di bawah pimpinan Laksamana Joan van der Laen. Keraton Palembang, dan pemukiman pedagang Tionghoa, Portugis, Arab dan bangsa-bangsa lainnya dihancurkan. Pasukan Palembang merebut kembali kota Palembang dari tangan VOC, dan membangun ulang kota, kecuali Masjid agung yang bertahan.
Belanda menyerang kembali Palembang pada 1819 saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa. Terjadilah Perang Menteng. Belanda dipimpin oleh J.C. Wolterboek dipukul mundur. Pada 1821 Belanda kembali menyerang di bawah pimpinan Jenderal de Kock. Sultan Mahmud berhasil ditangkap dan dibuang ke Ternate.
Kesultanan Palembang dihapuskan pada 7 Oktober 1823. Palembang secara resmi berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Penghapusan ini ditentang oleh Sultan Ahmad Najaruddin Prabu Anom. Sultan Ahmad akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Banda dan Manado.
Sumatera Barat
Berita Cina dari Dinasti Tang menyebutkan pada orang-orang Arab (Ta-shih) sudah bermukim di Sumatera Barat pada abad VII. Menurut W.P. Goeneveldt orang-orang Arab tersebut tinggal di pesisir Barat Sumatera. Perkembangan Islam besar-besaran terjadi di abad XV di Minangkabau berdasarkan cerita dalam naskah kuno dari Kerinci tentang Siak Lengih Malin Sabiyatullah yang menyebarkan Islam di Kerinci.
Salah satu ulamanya adalah Syaikh Burhanuddin (1664-1692), yang terkenal dengan panggilan Tuanku Ulakan. Ia adalah murid ulama Aceh, Abdurrauf al-Sinkili. Syaikh Burhanuddin mendirikan surau di Ulakan yang menjadi pusat keilmuan Islam dan tarekat Syattariyah di Minangkabau.
Dalam kehidupan sehari-hari, struktur masyarakat Minangkabau terdiri dari kelompok, yaitu kaum adat dan kaum agama. Kedua kaum hidup rukun dan damai dalam pepetah "Adat bersandi syara, syarat bersandi ada." Raja berkedudukan di Pagarruyung, dihormati sebagai lambang negara tapi tidak memiliki kekuasaan karena kekuasaan dipegang para penghulu yang tergabung dalam Dewan Penghulu atau Dewan Negari.
Istana Basa Pagarruyung (Sumber: Wikipedia) |
Pada 1803 Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piabang kembali dari tanah suci. Mereka mengajarkan pemurnian Islam. Saat Haji Miskin melarang masyarakat menyabung ayam, ia tidak disenangi dan diburu. Haji Miskin lari ke Kota Lawas, dan mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiang, kemudian pergi ke Kamang bertemu Tuanku Nan Renceh.
Melihat persoalan Haji Miskin dan kebiasaan masyarakat Minangkabau, Tuanku Nan Renceh melakukan pertemuan dengan beberapa ulama di Luhak Agam. Delapan orang ulama membentuk kelompok "Padri" dan memperjuangkan tegaknya syara dan membasmi kemaksiatan. Delapan orang ulama tersebut juga terkenal dengan sebutan Harimau Nan Salapan.
Terjadilah Perang Padri antara kaum Padri dengan kaum Adat yang dibantu Belanda. Perang terjadi mulai 1803 dan berakhir pada 1837 dengan ditangkapnya para pemimpin kaum Padri, salah satunya adalah Tuanku Imam Bonjol yang dibuang ke Cianjur dan Manado.
*****
Untuk mendalami materi Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera, silahkan baca buku Sejarah Indonesia kelas X halaman 184-202. Gunakan majalah sejarah online Historia dan Tirto untuk mendapatkan informasi-informasi populer yang berhubungan dengan Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera.
Selanjutnya buatlah infrografik dan video presentasi Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera kemudian unggah ke Padlet berikut: Papan Buletin Masa Islam
Terakhir, kerjakan kuis berikut: Kuis Kesultanan-kesultanan Islam di Sumatera
Jika ada pertanyaan tentang materi, sampaikan di kolom komentar. Untuk hal-hal teknis menyangkut pengerjaan dan pengumpulan tugas dan latihan soal, silahkan tanyakan di grup WhatsApp.
EmoticonEmoticon